Fenomena kontroversi hukum musik

13 November, 2011


Saat ini, musik sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, musik sebagai seni suara indah yang teratur, menjadi simbol tersendiri dalam sejarah perkembangan manusia yang beradab di belahan dunia manapun.


Islam datang ber-visi-kan perbaikan moral manusia, apapun yang mengancam degradasi moral manusia, Islam selalu melakukan tindakan preventif untuk mempertahankan kemanusiannya manusia.

Banyak ulama klasik yang secara eksplisit maupun implisit melarang kaum muslimin untuk mendengarkan musik di zamannya, dan masih ada orang muslim yang tetap mempertahankan pelarangan tersebut sekarang ini. Menariknya, tidak sedikit ulama yang membolehkan mendengar musik, bahkan Alfaraby menulis buku “Al Musiqy Al Kabir” (The Great of Music), ini menunjukan bahwa sarjana muslim klasik pun berperan dalam perkembangan musik itu sendiri.

Pada kongkow tentang musik kali ini, kami sempat berkepanjangan ketika moderator memulai acara dengan pembahasan definisi musik, para peserta silih berganti menyampaikan definisi-definisi musik sesuai referensi yang mereka baca. Apakah musik itu hanya berupa suara alat musik?, apakah suara manusia ketika bernyanyi bisa dikatakan musik?, dan bagaimana tentang suara alam, seperti suara tetesan air, suara ombak, atau suara burung bisa dikatakan musik?. Ini memang perlu adanya kesepakatan definisi musik secara definif supaya bisa menarik sebuah hukum yang jelas, karena suara adzan pun indah dan teratur, demikian juga suara alunan ayat suci alqur’an.

Karena pembahasan tentang definisi musik demikian alot, akhirnya moderator melanjutkan pembahasan tentang sejarah perkembangan musik. Dari penyampain para peserta yang hadir, sepertinya ada kesepakatan pendapat bahwa musik sebagai budaya telah dimulai manusia sejak ribuan tahun yang lalu, namun musik sebagai sebuah teori suara muncul di Yunani. Dalam hal ini, Bangsa Arab pra-Islam sudah terbiasa dengan bermain musik, Makah sebagai pusat perdagangan menjadi daya tarik tersendiri untuk melakukan kompetisi dan penampilan-penampilan musik. Dewan perwakilan suku-suku Arab pernah mengundang 5 penari Persia yang populer ketika itu, Demikian waktu berjalan sampai Nabi Muhammad SAW datang untuk memperbaiki moral manusia Arab, Nabi secara implisit tidak pernah menggunakan kata “al-musiqy” (musik) untuk melarang atau menganjurkan musik, karena memang kata itu belum dikenal oleh Bangsa Arab, dua abad kemudian, para sarjana Arab mulai menerjemahkan karya-karya para filosof Yunani, pada abad inilah kata “musik” populer di Arab.

Menarik sekali mendengarkan para peserta yang bercerita tentang sejarah musik  dari Yunani, Persia, sampai Arab, tapi apa boleh dikata, waktu terbatas, dan moderator langsung melanjutkan pembahasan berikutnya, yaitu tentang hukum musik.

Mengenai hukum musik ini, tentu tidak ada dari peserta yang tidak pernah mendengarkan musik, tapi perlunya di sini adalah menelisik pola pikir dan pendapat para ulama Islam klasik tentang hukum musik, kalau musik haram, apa alasan pengharamannya, kalau boleh, apa alasan pembolehannya, demikian juga kalau makruh, apa alasan pemakruhannya. Para peserta banyak yang mengutip banyak hadist yang oleh ulama difahami sebagai dilalah pengharaman musik, demikian juga hadist-hadist yang membolehkannya.

Moderator mengucapkan terima kasih kepada para peserta yang begitu antusias dan ada kemauan untuk membaca sebelum mengahdiri acara kongkow ini, betapa tidak, dari sekian hadist-hadist, pendapat ulama, dan juga ulama kontemporer yang membahas hukum musik ini, akhirnya peserta bisa menarik benang merah yang sangat menarik, yaitu:

1.       Musik sebagai sebuah seni suara tidak bisa diberi nilai hukum dengan tersendiri, hanya ada satu alasan kenapa musik haram, itu karena musik dianggap bisa membuat manusia terlena, melupakan Allah SWT, dan memudahkan manusia tergoda dengan bujukan-bujukan syetan yang nakal. Sehingga dalam hal ini ada ulama yang membolehkan musik selama tidak menjauhkan diri dari Allah SWT.
2.       Ada ulama yang mengharamkan musik dengan vokalis wanita dengan alasan suara wanita itu aurat, dalam hal ini yang jadi masalah bukan musiknya, melainkan suara wanitanya.
3.       Dalam sejarah permusikan Arab klasik, bangsa Arab terbiasa mendengarkan musik dengan diiringi tarian-tarian wanita dan hidangan-hidangan minuman yang memabukan, lagi-lagi, di sini yang menjadi masalah hukum bukanlah musik, yang menjadi masalah hukum adalah bermain-main dengan wanita dan meminum minuman yang memabukkan.
4.       Mengenai fenomena di Indonesia; seperti dangdutan dengan vokalis wanita berpakaian minim, dengan mengeluarkan suara yang menggoda disertai gerakan. Di sini, yang jadi masalah bukan musiknya. Namun suara, gerak, dan pakaian yang menggoda itulah yang menjadi masalah hukum.

Alhamdulillah, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, kongkow harus diakhiri, dan peserta menentukan tema minggu depan membahas tentang “Islam dan Skularisme”.

Peserta kongkow pulang dengan senyuman, selain dapat ilmu dari peserta lainnya, tentunya perut pun kenyang dengan gulai kepala sapi dan kambing.

Sampai ketemu minggu depan. J

Powered by Blogger.

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP