Politik Pencitraan Mahasiswa Indonesia di Mesir

14 August, 2011

Demi mendukung pergaulan global, Indonesia dituntut untuk terus membangun citra positif di mata internasional. Walaupun titik sentral pembentukan citra merupakan kendali pemerintah, namun idealnya merupakan tanggung jawab setiap warga negara Indonesia di manapun berada sesuai dengan peranan yang dimainkannya. Pencitraan yang baik tentang Indonesia akan sangat membantu dalam setiap usaha diplomasi internasional, yang tentunya akan menguntungkan warga negara Indonesia itu sendiri di
berbagai bidang, seperti budaya, pendidikan, keamanan, ekonomi, perdagangan, dan politik. Sebaliknya, citra yang buruk tentang Indonesia akan menyulitkan segala usaha pemerintah dalam percaturan diplomasi internasional.

Karena begitu pentingnya pencitraan sebuah negara di mata dunia internasional, pemerintah Indonesia dipandang perlu untuk menyusun rencana-rencana strategis dan berkelanjutan untuk mengatur kesan dan informasi yang akan diperoleh masyarakat internasional guna mempengaruhi emosi, motif, dan persepsi mereka tentang Indonesia, demi mendukung setiap langkah diplomasi.

Dalam perjalanan sejarah diplomasi bangsa Indonesia di Mesir, tercatat bahwa hanya dengan beberapa gelintir mahasiswa Indonesia saja mereka mampu melakukan langkah-langkah diplomasi dengan Liga Arab. Berkat mereka, Liga Arab dalam persidangan sesi ke tiga pada bulan Maret tahun 1946 di Kairo membahas dan menelurkan resolusi no. 45 yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya pada bulan Desember 1946 Liga Arab dalam persidangan sesi kelima di Kairo mengeluarkan Resolusi No. 83 yang merekomendasikan pengakuan terhadap kemerdekaan Republik Indonesia.

Langkah awal diplomasi mahasiswa Indonesia di Mesir ini tentunya mempermudah misi resmi Diplomat Republiken di tahun 1947 yang dipimpin oleh Haji Agus Salim dalam lawatannya ke Mesir dan negara-negara Arab lainnya untuk mencari dukungan dan pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia. Usaha diplomasi ini terjadi sebelum Kedutaan Republik Indonesia ada di negeri ini, tetapi mereka bisa melakukannya dan terbukti berhasil. Selain didukung oleh kemampuan bahasa Arab yang mumpuni sebagai alat diplomasi, itu artinya mereka berhasil membangun citra positif di benak masyarakat Mesir bahwa mereka adalah bangsa Indonesia, bangsa beradab sebagaimana Mesir, bangsa muslim sebagaimana Mesir, bangsa yang harus didukung kemerdekaannya, dan menjadi bagian dari masyarakat muslim dunia sebagaimana Mesir, dan akhirnya mereka berhasil. Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, yang secara resmi disampaikan oleh perdana menterinya Mahmoud Fahmi Nokrasyi Pasha.

Kisah sukses mahasiswa Indonesia di Mesir ini dikarenakan mereka sebagai duta masyarakat bangsa Indonesia berhasil membangun citra positif dibenak masyarakat Mesir, berkomunikasi, berinteraksi, hingga mampu mempengaruhi emosi, motif, kesan dan persepsi yang mendukung usaha diplomasi dalam mencari dukungan kemerdekaan Republik Indonesia dari negara Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya.

Saat ini, hubungan Indonesia Mesir terus berlanjut. Dengan Kedutaan Republik Indonesia di Mesir sebagai titik sentral diplomasi, yang memang itu merupakan tugas pokoknya untuk terus membangun citra positif di benak masyarakat Mesir, sebagai modal keberhasilan setiap usaha diplomasi Indonesia. Namun demikian, bukan berarti mahasiswa Indonesia di Mesir tidak mempunyai peranan. Jika dibandingkan jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir pada masa awal kemerdekaan, sekarang ini jumlahnya jauh lebih banyak hingga mencapai 4000 orang. Ini merupakan potensi yang sangat besar untuk membangun citra positif Indonesia, mengingat merekalah yang justru sering berinteraksi langsung dengan masyarakat Mesir sehari-hari.

Menurut Frank Jefkins, pencitraan atau citra adalah sebuah kesan, gambaran, atau impresi yang tepat terhadap sesuatu. Namun dalam kenyataan praktik politik, citra diciptakan sedemikian rupa demi mendukung langkah politik walupun citra tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, sebagaimana yang dikatakan oleh Bill Clinton.

Dengan demikian, usaha Masisir dalam pembentukan citra positifnya di Mesir adalah segala bentuk usaha membangun sebuah kesan, gambaran, dan impresi positif di benak masyarakat Mesir demi mendukung segala bentuk proses studi. Ini yang pertama. Berikutnya, kita sebagai duta bangsa berkewajiban membangun citra positif Indonesia di benak masyarakat Mesir, demi mendukung segala usaha diplomasi negara Indonesia dengan negara Mesir. Tujuan ganda ini telah berhasil dicapai oleh mahasiswa Indonesia di Mesir pada tahun 1946. Dengan melihat jumlah mahasiswa Indonesia sekarang yang jauh lebih banyak daripada dulu, ini mestinya bisa diperankan secara optimal dalam pembentukan citra positif Indonesia. Namun sebaliknya, jumlah Masisir yang begitu banyak ini bisa juga berpotensi memperburuk citra Indonesia di benak Masyarakat Mesir jika tidak diarahkah sebagaimana mestinya.

Sebelum menentukan langkah apa yang harus dilakukan Masisir dalam pencitraan positif Indonesia terhadap masyarakat Mesir, kita perlu menentukan apa tujuan pencitraan tersebut, citra positif apa yang kita inginkan dari masyrakat Mesir tentang Indonesia, kemudian kita tetapkan langkah apa yang harus dilakukan. Dengan demikian, langkah-langkah pencitraan Masisir dipastikan sesuai dengan langkah-langkah pencitraan pemerintah Indonesia, dan tentunya peranan Masisir dapat dioptimalkan dengan baik, terencana, terarah, dan berkelanjutan.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa baik buruknya citra Indonesia di benak Masyarakat Mesir dipengaruhi oleh setiap gerak-gerik kita sebagai warga Indonesia yang dilihat, didengar, dan dirasakan langsung oleh masyarakat Mesir dalam keseharian kita. Yang dalam tempo tertentu akan membentuk sebuah kesan dan gambaran kita di benak mereka. Itulah citra kita di mata mereka. Citra tersebut yang mempengaruhi pikiran, perkataan, dan sikap mereka terhadap kita. Baik buruknya mereka terhadap kita tergantung dari citra kita di mata mereka. Dan karena kita dikenal dengan sebagai warga Indonesia, maka citra kita adalah citra Indonesia. Citra yang kita bentuk dalam benak masyarakat Mesir dalam tempo tertentu, lambat laun akan menjadi sebuah keyakinan dan terus mempengaruhi pikiran, perkataan dan sikap mereka di manapun dan kapanpun. Namun tidak selamanya citra yang mereka simpulkan itu sesuai dengan kenyataan kita. Di sinilah kita perlu menyusun langkah-langkah srategis agar tidak terjadi pencitraan yang salah di benak masyarakat Mesir tentang Indonesia.

Ada beberapa hal yang sebaiknya kita perhatikan dalam usaha membangun citra positif Indonesia terhadap masyarakat Mesir, diantaranya adalah:

Pertama sikap dan prilaku. Semua Masisir harus mencerminkan eksistensinya sebagai pelajar muslim Indonesia yang membawa nama bangsanya, yang selalu melakukan aktifitas-aktifitas yang terorientasi dan semestinya dilakukan oleh seorang pelajar. Hal-hal kecil dan sederhana yang biasa kita lakukan sehari-hari akan membentuk sebuah kesan, gambaran dan impresi yang akan menjadi sebuah citra kita di mata mereka. Dan citra pelajar Indonesia ini selanjutnya akan mempengaruhi emosi, motif dan persepsi mereka tentang Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Kedua adalah bahasa. Sebagaimana kita ketahui bahwa citra dibangun oleh informasi yang didapat dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh seseorang tentang sebuah objek. Di sini, bahasa berperan penting dalam pembentukan citra si pembicara. Dengan kemampuan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat Mesir, kita bisa mengkomunikasikan informasi apapun untuk memberikan citra positif sesuai yang kita inginkan. Dalam hal ini, Masisir dipandang perlu untuk meningkatkan kemampuan bahasa Arab baik bahasa percakapan, tulisan dan bahasa sehari-hari masyarakat Mesir supaya bisa berinteraksi dengan baik.

Ketiga adalah Interaksi sosial secara langsung dengan masyarakat Mesir. Hal yang paling penting dalam usaha membangun citra positif kita di mata masyarakat Mesir adalah adanya sikap terbuka untuk berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Mesir dan ikut berbaur serta bekerjasama dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan warga Mesir sehari-hari. Kita menyadari bahwa dalam hal ini kita mempunyai kendala yang cukup serius. Kondisi politik negara Mesir selama 30 tahun terakhir ini memaksa Masisir untuk bersikap tertutup dan hanya berinteraksi sewajarnya dengan masyarakat setempat. Selain itu, tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan oleh segelintir warga Mesir beberapa tahun terakhir ini membentuk kesan negatif masyarakat Mesir. Hal ini membuat Masisir cenderung bersikap tertutup, tidak berinteraksi sewajarnya dan benar-benar menjadi terasing di negara asing. Ini seharusnya menjadi titik perhatian kita. Bagaimana caranya supaya Masisir bisa berinteraksi aktif dengan masyarakat di sekitarnya agar terjalin hubungan yang harmonis, menghindari pengertian-pengertian yang salah dan terciptanya lingkungan masyarakat yang kondusif serta mendukung segala proses studi Masisir.

Masisir yang jumlahnya hampir mencapai 4000 orang, yang setiap hari berinteraksi langsung dengan masyarakat Mesir adalah potensi besar dalam pembentukan citra Indonesia. Bisa membentuk citra positif ataupun citra negatif. Ini tergantung setiap individu masing-masing. Perlu adanya pengenalan dan pelatihan diplomasi terutama tentang public relation untuk Masisir sebagai modal mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai duta bangsa yang membawa nama Indonesia dalam setiap sikap dan perilakunya di Mesir. Dengan menyusun rencana-rencana strategis dan berkelanjutan untuk mengatur kesan dan informasi yang akan diperoleh masyarakat Mesir, kita bisa dengan terarah membangun citra positif Indonesia di Mesir.

Powered by Blogger.

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP